Dia menuturkan setibanya di Indonesia, dirinya mengamati jalan raya Legok, mengabadikannya, dan menggunakan foto-foto itu untuk menciptakan sebuah mural yang menunjukkan hiruk pikuk jalanan, di mana terdapat banyak pengendara sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa di antaranya tidak mengenakan helm, atau dipadati oleh wanita dan anak-anak, pedagang kaki lima, dan kendaraan yang mengangkut barang.
Suasana ini juga mengingatkannya pada Malaysia, negara asalnya, di mana dirinya menuturkan bahwa jalanan dipadati oleh mobil-mobil.
"Ini merupakan bentuk ekspresi kalangan muda, mereka tidak hanya berupaya menjadikan jalanan agar lebih menarik, tetapi juga 'memberontak' terhadap jalanan yang padat dan kotor, serta area publik yang menyusut," kata Jandi.
Edi Bonetski, direktur seni festival itu, menambahkan bahwa setiap jalan memiliki kisahnya masing-masing, dan merekam sejarah kota yang ekstensif.
"Ketika jalan merupakan kanvas kami," katanya, "kreativitas menjadi tak terbatas."
Ruang ekspresi meluas ke dunia meta seiring perkembangan teknologi, tutur Bonetski, sementara karya-karya luring tetap dibuat.
Hasilnya, dinding-dinding tua kota itu kini terlihat indah, aspirasinya tersampaikan, dan semua orang dapat mengamati dan memberikan apresiasi.