Salah satu korban, Muhammad Lutfi (31), mengatakan kasus bermula pada awal Mei 2024. Ia dan puluhan pelamar kerja lainnya dijanjikan untuk bekerja dengan syarat menyerahkan KTP dan ponsel, sekaligus surat lamaran.
"Tiba-tiba ada transaksi tagihan pinjaman dan kredit 'online'. Sedangkan kami para korban tidak pernah mengajukan transaksi tersebut," Lutfi menjelaskan.