SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Penumpang yang berangkat dari Singapura akan membayar tarif penerbangan yang lebih tinggi karena negara itu akan menerapkan retribusi untuk memperluas penggunaan bahan bakar pesawat berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF) mulai 2026, menurut dokumen Singapore Sustainable Air Hub Blueprint yang diluncurkan pada Senin (19/2).

Singapura berjanji akan mencapai target emisi net zero pada 2050, dan SAF akan menyumbangkan sekitar dua pertiga dari pengurangan emisi karbon yang diperlukan, demikian disampaikan oleh Menteri Transportasi Singapura Chee Hong Tat saat meluncurkan cetak biru tersebut dalam acara Changi Aviation Summit 2024.

Singapura akan mewajibkan pesawat-pesawat yang keluar dari negara itu untuk menggunakan SAF mulai 2026 dan meningkatkan target penggunaan SAF dari 1 persen pada 2026 menjadi antara 3 persen hingga 5 persen pada 2030, papar Chee.



Wisatawan dari penerbangan Singapore Airlines SQ325 mengambil bagasi di ruang bagasi di Bandar Udara Changi Singapura pada 8 September 2021. (Xinhua/Then Chih Wey)

Harga SAF yang terbuat dari bahan baku nonminyak bumi, termasuk limbah makanan, saat ini sekitar tiga hingga lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan bahan bakar jet konvensional.

"Oleh karena itu, Singapura akan memberlakukan retribusi tetap berdasarkan target SAF dan proyeksi harga SAF guna memberikan kepastian biaya bagi maskapai penerbangan dan pelancong," tutur Chee.

Harga tiket bagi penumpang kelas ekonomi pada penerbangan langsung dari Singapura ke Bangkok akan naik sebesar 3 dolar Singapura (1 dolar Singapura = Rp11.619) atau sekitar 2,2 dolar AS (1 dolar AS = Rp15.630) setelah dikenakan retribusi SAF, kata menteri tersebut, seraya menambahkan bahwa penumpang di kelas premium akan membayar retribusi yang lebih tinggi.

Detail lebih lanjut mengenai retribusi SAF akan diumumkan pada 2025.

Tags
SHARE