"Pada masa yang belum pernah terjadi sebelumnya di Republik Kelima ini, ketika harapan rakyat Prancis tinggi, kepala negara menyerukan kepada semua pemimpin politik untuk bangkit pada kesempatan itu dengan menunjukkan semangat tanggung jawab," ujarnya.
Pernyataan Macron lantas disambut dengan keras oleh partai-partai kiri. NFP mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam perundingan lebih lanjut kecuali jika pertemuan itu membahas pembentukan pemerintahan.
"Presiden republik tidak mengakui hasil hak pilih universal, yang menempatkan Front Populer Baru di puncak jajak pendapat," kata Presiden LFI, Jean-Luc Mélenchon.
NFP sebenarnya telah mengajukan Lucie Castets, seorang ekonom berusia 37 tahun dan direktur urusan keuangan di Balai Kota Paris, sebagai kandidatnya untuk posisi PM. Menurut Mélenchon, Macron harus menghormati demokrasi dengan melantik Castets atau menghadapi mosi pemakzulan.
"Ia menolak mengangkat Lucie Castets sebagai PM. Berdasarkan kondisi ini, mosi pemakzulan akan diajukan oleh anggota parlemen LFI. Setiap usulan untuk PM selain Lucie Castets akan dikenai mosi kecaman," tambah Mélenchon.
Selain LFI, kecaman juga datang dari aliansi NFP lainnya, EELV atau Partai Hijau. Sekretaris Jenderal EELV, Marine Tondelier menyebut tindakan Presiden Macron merupakan momok yang memalukan bagi demokrasi.
"Ini aib. Ini merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang berbahaya dalam demokrasi," tandasnya.