"Saat itu jam 3 pagi. Hari Jumat itu adalah hari libur di Iran, jadi biasanya saya baru bangun agak siang," katanya.
Fatimah mengaku "ngeri bercampur khawatir" ketika serangan terjadi. Dia langsung berusaha menghubungi teman-teman dan kerabatnya untuk saling memberi kabar.
Namun, situasinya tidak mudah.
"Sinyal kadang ada, kadang tidak. Internet juga susah. Cukup stres [karena] lama menunggu jawaban, tapi sekarang, ya, sudah, pasrah saja," ujarnya.
Fatimah mengaku "sudah lama" tinggal di Teheran. Kata dia, saat ini kondisi di Teheran "mencekam" khususnya pada malam hari saat terdengar bunyi ledakan.
Meski tidak ada pengumuman resmi jam malam, Fatimah mengaku melihat pasukan keamanan menjaga beberapa lokasi.
Fatimah mengaku mendengar pernyataan Presiden AS Donald Trump dan pejabat Israel agar warga Teheran meninggalkan kota.
Meski pernyataan Trump kemudian diralat pejabat Gedung Putih, Fatimah mengakui intensitas serangan "bisa dibilang mengkhawatirkan".
"Namanya juga kondisi perang," ujar Fatimah.
Namun, Fatimah menerangkan tidak mudah mengungsi dari Teheran karena jalanan utama keluar kota macet parah.
Selain itu, adanya pembatasan jatah bensin membuat kendaraan yang terjebak macet berjam-jam seringkali kehabisan bahan bakar.
"Saya dengar ada yang mengungsi balik lagi karena macet dan kehabisan bensin," ujarnya.