SHARE

istimewa

CARAPANDANG - Berkunjunglah ke Palembang dan ada banyak sekali penjual keliling menjajakan pempek lezat yang dapat dengan mudah ditemukan. Kudapan bercita rasa gurih, pedas, dan asam ini, bahkan kerap disajikan sebagai menu sarapan. Walau berbagai daerah lain di Sumatra seperti Jambi dan Bengkulu juga memproduksi pempek, hidangan ini dianggap sebagai bagian dari kuliner khas Palembang selain mi celor, tempoyak, tekwan, lempok durian, dan lain-lain.

Dibuat dari daging ikan giling dicampur tepung sagu atau tepung kanji, telur, penyedap rasa, garam dan bawang putih yang dihaluskan. Selain menjadi pempek, dari adonan tersebut juga dapat dihasilkan berbagai kudapan lainnya seperti tekwan, lenggang, model, celimpungan, dan laksan.

Jika pempek disajikan dengan kuah cuko yang memiliki paduan rasa manis, asam sekaligus pedas, maka, celimpungan dan laksan disajikan dalam kuah yang memiliki kandungan santan. Sementara itu, tekwan dan model dihidangkan dengan kuah yang di dalamnya berisi irisan bengkuang, kepala udang, jamur kuping, dan ditaburi seledri, daun bawang, bawang goreng, serta bumbu-bumbu lainnya. Walau termasuk dalam jenis kudapan dan biasa disajikan di berbagai restoran sebagai menu pembuka, tapi pempek memiliki kandungan protein, lemak dari ikan, dan karbohidrat dari tepung sagu.

Pada awalnya, pempek dibuat dari ikan belida, sejenis ikan langka yang mendiami Sungai Musi. Namun, karena keberadaannya yang saat ini semakin langka, pempek kini dibuat menggunakan ikan sungai lainnya seperti ikan sepat siam, ikan putak dan ikan gabus. Selain itu, ikan tenggiri dan ikan kakap merah juga sering digunakan sebagai bahan baku pempek. Akan tetapi, ikan laut ini memiliki aroma yang lebih amis dibandingkan ikan dari sungai. Dari berbagai jenis ikan sungai dan ikan laut, ikan tenggiri, gabus, dan belida merupakan jenis-jenis ikan yang paling direkomendasikan untuk mendapatkan cita rasa pempek yang lezat.

Di balik kelezatannya, kuliner asal Palembang ini memiliki sejarah yang panjang. Dilansir dari berbagai sumber, pembuatan pempek diperkirakan sudah dimulai pada 684 Masehi pada masa Kedatuan Sriwijaya.

Mengutip Analisis Prasasti Talang Tuo Peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagai Materi Ajar Sejarah Indonesia di Sekolah Menengah Atas yang ditulis oleh Kabib Sholeh, pengajar Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang, pada 17 November 1920, ditemukan sebuah Prasasti Talang Tuo oleh L.C. Westenenk di sebelah barat Palembang atau wilayah Talang Tuo yang tidak jauh dari Bukit Siguntang. Pada prasasti salah satu peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditulis dengan aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno sekitar 606 Saka atau 684 Masehi tersebut, terdapat cerita tentang Taman Sri Ksetra yang dibuat oleh Sri Baginda Sri Jayanasa. Di dalam taman itu, ada pula berbagai jenis tanaman, antara lain berbagai jenis bambu, pinang, kelapa, aren, dan sagu.

Menurut Kemas Ari Panji, sejarawan kota Palembang, yang dikutip dari laman Tribun News Palembang, diduga kuat bahwa salah satu Prasasti Talang Tuo berisi tentang aren dan sagu. Keduanya merupakan bahan dasar pembuatan pempek dan cuko, yang ternyata sudah banyak ditanam pada masa itu. Sehingga ada hubungannya dengan pempek sebagai kuliner khas Palembang. Pempek sendiri pada awalnya lebih dikenal dengan sebutan “kelesan” yang berarti ditekan-tekan. Karena pembuatannya memang menggunakan piri’an (mangkok yang tengahnya berlubang) dan ditekan-tekan.

Jika sebelumnya kelesan adalah makanan rumahan, sekitar 1916, kelesan mulai dijual oleh orang Tionghoa yang biasa dipanggil Apek atau Empek di sekitar Masjid Agung Palembang. Sejak saat itu, kelesan lebih dikenal dengan sebutan “pempek” yang berasal dari panggilan Apek atau Empek. Walau kini pempek bisa didapatkan dengan mudah di berbagai restoran, namun, siapa pun bisa membuat pempek sendiri di rumah untuk disantap bersama keluarga. dilansir indonesiakaya.com

Tags
SHARE