"Penambahan lima institusi dalam Pasal 42 ayat 2 bukanlah bentuk ekspansi, melainkan pembatasan terhadap pos-pos yang dapat diisi prajurit aktif. Lima institusi tersebut, yakni pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung, memang memiliki keterkaitan dengan sektor pertahanan dan kemampuan teknis kemiliteran," jelasnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin menegaskan bahwa setelah revisi UU TNI disahkan, prajurit aktif yang menduduki jabatan di lembaga negara di luar instansi yang telah diatur—termasuk BUMN, Bulog, dan Kementerian Perhubungan—wajib mengundurkan diri atau pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.
"Dengan demikian, tidak ada penambahan jumlah kementerian atau lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI dan tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang melarang praktik dwifungsi TNI. Justru, revisi ini memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara," pungkasnya. dilansir dpr.go.id